Media www.rajawalisiber.com – Di era modernisasi seringkali terjadi pergeseran makna, salah satunya pergeseran makna peninggalan budaya islam berupa kidung Rumeksa Ing Wengi karya seni dakwah ciptaan Sunan Kalijaga.
Film trilogi horror Kuntilanak (2006-2008) menjadi awal munculnya persepsi baru di masyarakat terhadap kidung Rumeksa Ing Wengi. Kidung yang menjadi media dakwah Sunan Kalijaga bergeser menjadi lagu pemanggil makhluk halus (kuntilanak). Di awal tahun 2019, di film film horor, Tembang Lingsir kembali sering menggunakan kidung Rumeksa Ing Wengi.
Pergeseran makna yang ada di masyarakat harus dicegah, terlebih jika pergeseran tersebut bersifat menyimpang. Melalui penelitian pustaka terhadap objek kidung Rumeksa Ing Wengi,
Dipaparkan sisi religius dari kidung Rumeksa Ing Wengi. Religiusitas meliputi akidah dan akhlak yang diajarkan dalam kidung Rumeksa Ing Wengi.
Dengan pemaparan dua aspek penting dalam religius, diharapkan mampu meyakinkan masyarakat bahwa kidung Rumeksa Ing Wengi berbeda makna dengan lagu yang diangkat dalam film horor selama ini.
Perdebatan tidak terelakkan terjadi di masyarakat di era jaman sekarang. Tembang Lingsir Wengi merupakan adopsi dari kidung Rumeksa Ing Wengi ciptaan Sunan Kalijaga dinilai mengalami penyimpangan makna.
Sunan Kalijaga menggunakan kidung Rumeksa Ing Wingi untuk sarana dakwah, bukan sarana memanggil makhluk halus seperti yang diceritakan di film horor.
Lalu bagaimanakah dengan film Tembang Lingsir? Akankah kembali menggeser nilai religius Lingsir Wengi atau Rumeksa Ing Wengi di mata masyarakat?
Makna serta filosofi yang seharusnya menguatkan nilai-nilai religius yang terkandung dalam kidung Rumeksa Ing Wengi. nilai-nilai religius kidung Rumeksa Ing Wengi seharusnya mengaitkannya pada kereligiusan islam beserta penerapannya dalam kehidupan.
Dikarenakan mendasarkan Tembang yang digunakan sebagai sumber data adalah kidung Rumeksa Ing Wengi karya Sunan Kalijaga mendeskripsikan seriap lirik tembang Rumeksa Ing Wengi keterkaitannya pada kereligiusan islam.
Kidung merupakan salah satu budaya Jawa. Kidung adalah sebuah sastra yang didalamnya terdapat nilai ajaran agama dan ajaran moral yang mulia.
Kidung berwujud seperti lagu atau nyanyian. Kidung Rumeksa Ing Wengi yang diciptakan Sunan Kalijaga memiliki nama lain Mantra Wedha, yang berarti pelindung dari marabahaya.
Berbeda dengan Sunan-sunan yang lain, Sunan Kalijaga dalam dakwahnya menggunakan pendekatan yang menyesuaikan dengan keadaan masyarakat Jawa saat itu.
Tradisi Jawa yang masih kental dengan budaya Hindhu-Budha menjadi dasar Sunan Kalijaga untuk menyebarkan ajaran Islam melalui media wayang, pakaian adat, dan mantra atau kidung.
Oleh karena itu, kidung Rumeksa Ing Wengi sangat erat dengan nilai religius. Religius berasal dari kata dasar religi atau keagamaan. Namun, religi lebih dalam pada agama seacara formal karena lebih mendasar pada pribadi manusia.
Religiusitas berkaitan dengan cara untuk menjaga agama. Religiusitas menjadikan seseorang beragama tidak hanya mengaku beragama.
Religiusitas meliputi pengetahuan, pengamalan, moralitas, dan sikap sosial keagamaan.
Secara garis besar, aspek-aspek religiusitas mendasarkan pada dua hal penting dalam agama Islam, yaitu akidah dan akhlak, Kidung Rumeksa Ing Wengi yang merupakan cikal bakal lagu Lingsir Wengi dalam berbagai versi berdasarkan latar belakangnya mengandung religiusitas.
Kidung Rumeksa Ing Wengi digunakan Sunan Kalijaga untuk menjaga agamanya dan menjaga agama pengikutnya. Di dalam Rumeksa Ing Wengi ditemukan ajaran tentang akidah dan akhlak. Akidah atau aqidah, aqidah berarti ikatan perjanjian yang kokoh.
Di dalam penerapannya, akidah merupakan suatu keyakinan dalam hati yang mengikat dan bersifat kokoh. Akidah juga bisa dimaknai sesuatu yang dipegang teguh karena berisi sejumlah kebenaran yang dapat diterima oleh akal, wahyu dan fitrah.
Dengan demikian, akidah berkaitan dengan keyakinan akan kebenaran yang dapat dibuktikan.
Di dalam kidung Rumeksa Ing Wengi, akidah diajarkan melalui dimaksukkannya unsur rukun iman. Akhlak atau akhlaq, khuluqun berarti budi pekerti, tingkah laku. Akhlak merupakan tata perilaku seseorang yang hakiki karena didasarkan pada kehendak pencipta.
Akhlak terwujud dalam moral yang senantiasa membuat manusia berbuat hal-hal yang baik karena pada fitrahnya manusia memiliki kebaikan.
Di dalam kidung Rumeksa Ing Wengi, akhlak diajarkan oleh Sunan Kalijaga melalui petuah-petuah agar pengikutnya senantiasa menjaga sikap dan perilaku sebagai manusia, baik secara vertikal (kepada pencipta) maupun secara horizontal (kepada sesama manusia).
Dengan demikian, Rumeksa Ing Wengi sebaiknya tidak dikaitkan dengan kemistisan bersifat cara pandang yang negatif, karena lebih bersifat religius untuk menuntun manusia menjadi makhluk beragama.
Untuk semakin meyakinkan religiusitas dan tidak adanya keterkaitan makna antara kidung Rumeksa Ing Wengi dengan berbagai versi Lingsir Wengi, dalam penelitian ini akan dipaparkan kandungan akidah dan akhlak dalam kidung Rumeksa Ing Wengi.
Kidung Rumeksa Ing Wengi ciptaan Sunan Kalijaga merupakan salah satu media dakwah yang erat dengan tradisi Jawa. Kidung Rumeksa Ing Wengi sebenarnya adalah lantunan doa yang disusun Sunan Kalijaga dalam bahasa Jawa.
Diyakini ketika kidung tersebut dilantunkan dengan penuh keyakinan akan mampu menghasilkan kekuatan ghaib. Namun, ghaib disini bukan berkaitan dengan makhluk halus (syetan) namun ghaib karena dapat mendekatkan makhluk dengan penciptanya.
Kekuatan ghaib kidung Rumeksa Ing Wengi tidak lain dikarenakan di dalam kidung terkandung ajaran akidah dan akhlak. Akidah merupakan keyakinan sepenuh hati yang dengan sendirinya membawa akhlak yang baik. Dengan benar-benar memahami makna kidung Rumeksa Ing Wengi, terbentuklah pribadi yang tidak hanya mengaku beragama tetapi pribadi yang benar-benar beragama. Dengan demikian, tidak akan muncul pesepsi lain dari kidung Rumeksa Ing Wengi di luar nilai religiusitas.
Akidah dalam kidung Rumeksa Ing Wengi ciptaan Sunan Kalijaga berkaitan dengan keimanan sebagai seorang muslim. Keimanan seorang muslim terdiri atas iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada utusan, iman kepada kitab, iman kepada hari akhir, iman kepada takdir.
Bukti dari keterkaitan ini adalah persamaan makna antara lirik kidung Rumeksa Ing Wengi dengan makna surat dalam Al-Quran. Berikut ini persamaan yang ditemukan:
Bait ke-1:
Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh ayu luputa ing Iara
Adoh mg bilahi kabeh
Jim setan datan purun
Paneluhan tenuna tan wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Agni atemahan tirta
Maling ngarda tan ana ngarah
ingkami
Tuju duduk pan sirna
Makna:
Ada nyanyian yang menjaga di malam hari
Kukuh selamat terbebas dari penyakit
Terbebas dari semua malapetaka
Jin setan jahat pun tidak ada yang berani
Segala jenis sihir tidak berani
Apalagi perbuatan jahat
Guna-guna pun tersingkir
Api akan menjadi air
Pencuri pun jauh tak ada yang menuju padaku
Guna-guna sakti pun lenyap
Bait ke-8:
Lamun ora bisa maca kaki
Den-wewera kinarya ajimat
Teguh ayu panemune
Pan binekta anglurug
Mungsuhira datan udani
Luput sanjata tuwa
Iku sawabipun
Sabarang pakaryanira
Pan rinaksa dening Hyang kang
Maha Suci
Sakarsane tinekan
Makna:
Jika (kamu) tidak bisa membaca, hafalkan
saja seperti jimat, niscaya akan aman, jika
(kamu) bawa meluruk (perang), musuhmu
akan takut, luput dari (serangan) senjata
(apapun), itulah manfaatnya, segalanya
akan dijaga oleh Tuhan yang Maha Suci,
(dan) apapun yang kau inginkan terkabul.
Surat dalam Al-Quran:
QS. al-Falaq (113, 1-5)
Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh; dari kejahatan makhluk-Nya; dan dari kejahatan malam. apabila telah gelap gulita; dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul; dan kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.
QS. An-Nas (114: 1-6)
Aku berlindung kepada Tuhan manusia; Raja manusia; Sembahan manusia; dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi; Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia; dari jin dan manusia.
Berdasarkan makna bait ke-1 dan ke-8 kidung Rumeksa Ing Wengi dan makna QS. al-Falaq dan an-Nas bisa diketahui bahwa Sunan Kalijaga dengan sengaja menyampaikan isi pesan surat Al-Quran dalam bentuk kidung. Bait ke-1 dan ke-8 kidung Rumeksa Ing Wengi berisikan nasihat untuk berlindung kepada Sang Hyang (penyesuaian dengan ajaran Hindhu Budha yang masih erat dengan masyarakat Jawa masa lalu) dari berbagai penyakit, kejahatan jin, setan maupun ilmu sihir. QS. al-Falaq dan an-Nas juga berisikan nasihat untuk berlindung kepada Allah SWT untuk berlindung dari penyakit dengki, berbagai kejahatan, baik penyihir, setan, jin maupun sesama manusia.
Selain dua surat di atas, lirik pertama kidung Ana kidung rumeksa ing wengi memiliki makna yang sama dengan perintah Allah dalam Surat al-Muzzammil (3: 6):
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.
Keduanya menganjurkan umat islam untuk bangun di waktu malam dan melakukan ibadah.
Kidung menurut Sunan Kalijaga adalah doa yang dipanjatkan manusia kepada penciptanya. Berdasarkan dua bait kidung Rumeksa Ing Wengi dan tiga surat dalam Al-Quran semakin diyakini bahwa kidung merupakan cara lain Sunan Kalijaga untuk mengajarkan akidah kepada pengikutnya.
Tidak hanya sebagai bukti kesamaan kidung Rumeksa Wengi dengan Al-Quran, bait ke-1 dan ke-8 juga menjadi bukti bahwa salah satu bentuk akidah adalah mengimani kuasa Allah SWT, mengakui adanya hamba lain dari Allah SWT selain manusia, yaitu jin dan setan.
Akhlak berhubungan dengan moral. Di dalam kidung Rumeksa Ing Wengi Sunan Kalijaga mengajarkan untuk menjaga perilaku, baik kepada pencipta maupun sesama manusia.
Kepada sang pencipta, Sunan Kalijaga mengajarkan salah satu bentuk ibadah yaitu berpuasa.
Bait ke-7:
Lamun arsa tulus nandur pari
Puwasaa sawengi sadina
Iderana galengane
Wacanen kidung ngiku
Datan ana ama kang prapti
Lamun sima aperang
Wateken ing sekul
Antuka tigang pulukan
Kang ngamangan rinaksa dening
HyangWiddhi
Rahayu ing payudan
Makna:
Jika ingin bagus menanam padi, berpuasalah
sehari semalam, kelilingilah pematangnya,
bacalah nyanyian itu, semua hama kembali,
jika engkau pergi berperang, bacakan kedalam nasi, makanlah tiga suapan, yang memakan akan dilindungi Tuhan, selamat di Medan perang.
Bait ke-10
Sing sapa reke arsa nglakoni
Amutihe lawan anawaha
Patangpuluh dina bae
Lan tangi wektu subuh
Miwah sabar sokuran ati
Insa’ allah tinekan
Sakarsanireku
Tumrah sanak rayatira
Saking sawabing ngilmu pangiket mami
Makna:
Siapa saja yang dapat melaksakan, puasa
mutih dan minum air putih, selama 40
hari, dan bangun waktu subuh, bersabar
dan bersyukur di hati, Insya Allah tercapai,
semua cita-citamu, dan semua sanak
keluargamu, dari daya kekuatan seperti
yang mengikatku, ketika di Kalijaga
Berpuasa merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan oleh Sunan Kalijaga dalam kidung Rumeksa Ing Wengi. Di dalam bait ke-7, berpuasa dikaitkan dengan mata pencaharian pokok penduduk Jawa saat itu, yaitu bertani. Selain itu, kondisi Jawa tempo dulu yang masih mengalami perang, juga dijadikan dasar pengajaran akhlak oleh Sunan Kalijaga.
Dengan berpuasa diyakini akan membawa manfaat bagi pertanian, dengan hilangnya hama padi. Dengan berpuasa pula, nasi yang dimakan ketika berbuka bisa membawa kemenangan saat berperang. Strategi pendekatan seperti ini ditempuh oleh Sunan Kalijaga untuk mengajarkan ibadah berpuasa.
Di dalam bait ke-10, berpuasa dengan diiringi sholat dan berdoa akan mampu mewujudkan cita-cita dan menjaga keluarga.
Akidah dan akhlak yang terkandung dalam kidung Rumeksa Ing Wengi disajikan dalam bentuk yang akrab dengan tradisi masyarakat Jawa saat itu.
Keimanan akan Allah SWT disajikan dalam bentuk kidung yang maknanya sama dengan makna surat-surat dalam Al-Quran.
Moral disajikan dengan mengajarkan ibadah yang sama dengan tradisi Jawa, yaitu berpuasa, yang tidak semata mendekatkan diri dengan Allah SWT namun juga membawa kebermanfaatan bagi diri sendiri.
Kidung Rumeksa Ing Wengi kental dengan nilai religius karena mengajarkan akidah dan akhlak, dua hal penting dari ajaran agama Islam. Tentu saja bukan hal mistis yang diajarkan dalam kidung Rumeksa Ing Wengi seperti penggambaran film selama ini.
Sunan Kalijaga menggunakan kidung Rumeksa Ing Wengi untuk mengajarkan akidah dan akhlak kepada pengikutnya. Akidah yang diajarkan berupa keimanan kepada Allah yang berwujud anjuran untuk selalu berlindung kepada Allah. Ajaran akidah ini menggunakan lirik kidung bermakna sama dengan surat-surat Al-Quran. Akhlak diajarkan melalui tradisi Jawa, yaitu berpuasa. Dikatakan bahwa berpuasa tidak hanya mendekatkan diri dengan pencipta namun juga membawa manfaat untuk pertanian, perang, maupun mewujudkan cita-cita. Tentu saja makna ini berbeda dengan Lingsir Wengi yang ada di film selama ini. (Di Sadur dari berbagai sumber)