‎Manuskrip Serat Jayalengkara Wulang 1803, Yang Dalam Tulisan Tinta Emas, Tersimpan di British Library 

Media www.rajawalisiber.com – ‎Naskah yang indah ini Serat Jayalengkara Wulang ( MSS Jav 24 ), ditulis dalam bahasa aksara Jawa, yang telah di digitalkan

“The text on the opening pages of this manuscript of Serat Jayalengkara Wulang contains an apology for the presumption of the author in attempting to contribute to literature, for the untidyness of the script, and for the awkward versification. British Library, MSS Jav 24, ff.2v-3r.”

‎Naskah ini mengisahkan pengembaraan Pangeran Jayalengkara, dan kunjungannya ke orang-orang bijak di tempat-tempat terpencil yang mengajarinya ilmu mistik.

“Serat Jayalengkara Wulang. British Library, MSS Jav 24, ff.30v-31r.
Serat Jayalengkara Wulang. British Library, MSS Jav 24, ff.30v-31r”

‎Penyalinan naskah ini dimulai pada tanggal 22 Rejeb tahun Jawa 1730, setara dengan tanggal 7 November 1803, oleh seorang pelayan Sultan Hamengkubuwana II dari Yogyakarta (yang memerintah, dengan interupsi, dari tahun 1792 hingga 1828).

“Depiction of a battle scene, with the two opposing armies with their pennants, gun carriages and lances. British Library, MSS Jav 24, f.144v (detail)”

‎Naskah ini ditulis dalam gaya aksara kuadrat yang menjadi ciri khas lingkungan istana Yogyakarta, dan berisi banyak bingkai dan ilustrasi yang beriluminasi indah.

“Unfinished single-page wadana, with two entwined makara enclosing the text block. British Library, MSS Jav 24, f.182v.
Unfinished single-page wadana, with two entwined makara enclosing the text block. British Library, MSS Jav 24, f.182v”

‎Teks pada halaman pembuka naskah ini Serat Jayalengkara Wulang berisi permintaan maaf atas keangkuhan penulis dalam upayanya memberikan kontribusi pada sastra, atas ketidakrapian naskah, dan atas syair yang janggal. British Library, MSS Jav 24, ff.2v-3r .

“The final pair of decorated frames (wadana), which mirror the shape of the opening frames, are unfinished, with pencilled outlines and gold leaf on the left-hand page, and the additional use of black ink on the right-hand page to define the gold borders. British Library, MSS Jav 24, ff.203v-204r.”

‎Seni iluminasi naskah di Jawa mencapai puncaknya di istana-istana Yogyakarta. Tidak jarang dalam naskah-naskah kertas dari daerah lain di Jawa ditemukan bingkai-bingkai dekoratif yang lebih atau kurang rumit pada halaman-halaman pertama.

“In this set of unfinished double decorated frames, the glue applied on top of the yellow pigment to attach the gold leaf appears to have corroded the paper, leaving brown burn marks. British Library, MSS Jav 24, ff.171v-172r.”

‎Namun di Yogyakarta, dan sangat jarang di daerah lain, bingkai-bingkai dekoratif ini dapat ditemukan di tempat-tempat tertentu dalam tubuh teks juga, menandai titik-titik penting dalam narasi sebagai semacam judul bab.

‎Bingkai-bingkai rumit ini dikenal sebagai wadana, kata dalam bahasa Jawa yang secara harfiah berarti ‘wajah’.

‎Seperti bingkai bercahaya dalam budaya manuskrip Islam lainnya,wadana sering kali terdiri dari bingkai-bingkai berhias simetris di dua halaman yang berhadapan dan mungkin sebagian besar terdiri dari pola-pola geometris dan berdaun.

‎Namun dalam manuskrip ini juga terdapat wadana yang hanya menempati satu halaman saja, dan sangat terinspirasi oleh repertoar ikonografi Jawa, yang memuat makhluk-makhluk mistis seperti naga, naga, atau makara, hewan air dengan belalai gajah.

‎Meskipun teks dalam manuskrip sudah lengkap, namun penerangannya belum lengkap, dan perbandingan antara yang sudah selesai dan yang belum selesai masih kurang. wadana memberikan pandangan sekilas yang berharga ke dalam teknik yang digunakan oleh iluminator.

‎Pertama, garis panduan disiapkan untuk teks, menggunakan alat yang tajam dan penggaris. Teks ditulis di antara lekukan yang diberi garis, dan kemudian proses dekorasi dimulai.

‎Garis lurus bingkai digambar dengan pensil menggunakan penggaris, sementara pola daun dan elemen dekoratif lainnya digariskan langsung dengan pigmen kuning emas

‎Lem kemudian dioleskan pada garis kuning, mungkin dengan kuas halus, dan daun emas tipis kemudian ditempelkan.

‎Tepi emas kemudian digariskan dengan tinta hitam.

‎Pola juga dapat digambar di atas beberapa bercak emas; lingkaran, misalnya, dapat diubah menjadi roset. Elemen lain dari pola juga digariskan dengan tinta hitam.

‎Akhirnya, bagian yang tersisa diisi dengan pigmen berwarna biru, merah, hijau dan kuning, dengan latar belakang kertas putih yang tidak berwarna dibiarkan berfungsi sebagai ‘putih cadangan’ di beberapa tempat.

‎Sepasang bingkai terakhir yang dihias (wadana), yang mencerminkan bentuk bingkai pembuka, belum rampung, dengan garis luar pensil dan daun emas di halaman kiri, dan penggunaan tambahan tinta hitam di halaman kanan untuk menentukan batas emas. British Library, MSS Jav 24, ff.203v-204r .

‎Pada rangkaian bingkai berhias ganda yang belum rampung ini, lem yang dioleskan di atas pigmen kuning untuk menempelkan daun emas tampak telah mengikis kertas, meninggalkan bekas terbakar berwarna cokelat. British Library, MSS Jav 24, ff.171v-172r .

‎Surat Emas: Tradisi Menulis Indonesia / Surat Emas: Budaya Tulis di Indonesia. London: British Library; Jakarta: Lontar; 1991.

‎TE Behrend, ‘Gerbang tekstual: tradisi manuskrip Jawa’. Iluminasi: tradisi penulisan Indonesia, ed. Ann Kumar & John H. McGlynn; hlm.161-200. Jakarta: Yayasan Lontar, 1996. (Annabel Teh Gallop, Kurator Utama, Asia Tenggara)

‎Annabel Teh Gallop, British Library, 96 Euston Road, London

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *