Talkshow Bercerita Kawanua dengan topik *Bumbu Minahasa di Meja Makan Indonesia*
adalah sebuah diskusi yg sangat luar biasa tentang upaya membangun UMKM di kalangan generasi muda saat ini.
Para nara sumber yang pakar dibidangnya juga penanggap dari generasi muda juga pelaku usaha yang sedang menikmati kemudahan saat pandemi. Semuanya bisa disimak dalam video ini.
Media http://www.rajawalisiber.com -Minahasa kaya akan wisata kuliner yang menggoyang lidah para penikmat kuliner. Beragam makanan trandisional khas Minahasa disajikan dengan kekayaan rempah yang berasal dari bumi nyiur melambai didalamnya.
Dari panganan seperti kue dan jenis makanan penutup, hingga makanan utama tersedia dalam kekhasannya di bumi Minahasa. Kuliner di Minahasa bukan hanya sekedar makanan untuk mengajal perut, namun merupakan tradisi yang melekat dengan kehidupan masyarakat setempat.
Minahasa juga terkenal dengan berbagai jenis makanan utama yang lezat dan gurih. Yang terkenal dari Manado adalah bubur Tinutuan.
Tinutuan merupakan makanan yang didalamnya terdapat berbagai macam sayuran dan tidak ada dagingnya. Hal ini membuat Tinutuan menjadi makanan yang sehat, sekaligus banyak digemari oleh masyarakat. Bahan utama dari Tinutuan adalah Milu (jagung), labu dan singkong, selanjutnya diisi dengan berbagai jenis sayuran, serta disajikan dengan ikan asin dan sambal Roa.
Saat anda mencampur semua bahan-bahan tersebut dan menikmati Tinutuan, maka anda tidak akan pernah berhenti untuk terus makan dan menambah lagi porsi Tinutuan anda. Untuk menikmati Tinutuan di daerah Manado, maka anda dapat langsung ke jalan Wakeke, yang merupakan pusat Tinutuan di kota Manado.
Selain itu ada makanan yang tidak pernah absen untuk disajikan ketika ada upacara suku Minahasa atau perayaan tertentu.
Makanan tersebut dinamakan Tinoransak atau tinorangsang, yang merupakan kuliner berbahan daging dengan cita rasa yang pedas. Campuran bumbu rempah yang tepat, membuat makanan satu ini digemari banyak orang.
Biasanya bahan utama Tinoransak yakni menggunakan daging. Cara memasak makanan ini dengan cara dimasukkan ke dalam sebilah bambu kemudian dibakar. Tinoransak akan semakin enak jika dimakan bersama dengan nasi Jaha yang gurih.
Kini Tinoransak yang berbahan dasar daging ayam juga semakin populer, sehingga bisa dimakan oleh semua orang.
Masyarakat Minahasa juga memiliki sambal khas daerah mereka, yang disebut Sambal Roa. Sambal Roa selalu dinikmati dengan berbagai jenis panganan. Sambal ini merupakan hasil olahan berbagai macam bumbu dan cabe, dengan tambahan ikan Roa yang telah dihaluskan.
Selain tersohor dengan rasanya yang sangat pedas, sambal ini juga memiliki rasa yang gurih. Sehingga banyak diburu oleh masyarakat dan dijadikan buah tangan saat keluar dari bumi Minahasa.
Makanan utama lainnya, yakni Woku. Makanan ini merupakan bumbu masakan ala Minahasa dengan citarasa khas sangat pedas.
Nama Woku berasal dari daun Woka yang digunakan sebagai pembungkus nasi. Pada mulanya cara memasak Woku dengan cara dibungkus daun Woka dan dipanggang.
Namun pada perkembangan selanjutnya Woku dimasak dengan menggunakan panci, dan diberi nama Woku Belanga. Woku berbahan ayam terkenal sangat wangi, berasal dari perpaduan bumbu wangi daun pandan, daun kemangi, jahe, serai, dan daun pandan Selain daging ayam, Woku juga bisa dimasak dengan ikan, serta bumbu tomat, cabai merah, bawang putih, daun jeruk, serai dan daun kemangi.
Menyantap Woku dengan nasi putih, seperti anda menikmati indahnya surga bumi, dalam kentalnya kuah woku dan kekayaan rasa rempahnya. Rasa pedas akan menambah keinginan untuk menambah porsi makan anda.
Penggunaan cabai dalam jumlah banyak memang dilakukan di seluruh Indonesia, tetapi masyarakat Minahasa menggunakannya lebih sering dan lebih banyak daripada masyarakat lain.
Makanan Minahasa dikenal karena kepedasannya sehingga para pengunjung yang datang dari luar dan diundang untuk bersantap bersama—dan karena orang Minahasa tampaknya menyukai makanan lebih dari apa pun juga, pengunjung sulit sekali ‘mengelak’ dari undangan semacam ini—dinilai berdasar-kan kemampuan mereka mengatasi rasa tersebut.
Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah ’sudah bisa tahan makan makanan Minahasa?’ Jika jawabannya adalah ’ya’, orang tersebut dianggap cocok hidup di Minahasa.
Makanan bagi orang Minahasa adalah budaya untuk menjaga tali kekeluargaan. Dalam berbagai acara keluarga atau perayaan apapun, makanan selalu menjadi hal yang utama untuk dipersiapkan.
Ramah tamah dan menjalin kekerabatan, sambil menikmati makanan adalah suasana cair yang selalu diharapkan oleh setiap orang Minahasa dalam acara apapun. Maka di Minahasa meja makan melampoi ruang-ruang diplomasi. Kawan, sahabat, rekan, lawan dan musuh menjadi satu keluarga besar yang berbaur dan bersinergi diantara nikmatnya kuliner Minahasa.
Makanan tidak harus dan tidak semata merupakan bagian ranah private bagi masyarakat Minahasa, namun makanan telah menjadi bagian dari kehidupan publik. Melalui makanan tali kekeluargaan dipererat dan diutuhkan.
Kebiasaan menyiapkan makanan secara bersama-sama sebelum dimakan, merupakan ciri khas penyajian makanan di Minahasa.
Apabila didaerah lain, yang selalu berada di dapur dan memasak adalah perempuan, maka yang terjadi di Minahasa adalah laki-laki dan perempuan saling bergotong royong menyiapkan makanan di dapur.
Kebanyakan para perempuan mengupas bumbu dan menyediakan bahan-bahan yang akan dimasak. Selanjutnya laki-laki akan meramunya diatas bara api. Karena banyaknya porsi yang akan dimasak, maka kekuatan laki-laki dibutuhkan untuk membalik bumbu, dan bahan-bahan makanan tersebut saat berada diatas bara api.
Kebersamaan dan ketulusan dalam menyediakan makanan inilah, yang membuat setiap makanan yang disediakan memberi kenangan tersendiri bagi para penikmatnya.
Pada saat makanan disajikan dan seluruh keluarga menikmati makan bersama, disaat itu suasana kebahagiaan lebih terasa. Ragam jenis makanan dan banyaknya porsi yang disediakan membuat makanan tersebut tersedia untuk semua orang.
Apabila anda pernah mengikuti suatu acara atau perayaan di Minahasa, maka ada suatu pola unik yang terjadi saat menikmati makanan. Pada saat makan, maka seluruh tamu undangan dan keluarga menikmati makanan disekitar meja makan. Gerak mereka tidak akan jauh dari lingkaran meja makan.
Hal ini membuat mereka mudah untuk menambah porsi makan, dan atau memilih jenis panganan lainnya. Sambil makan dan menikmati lezatnya bumbu dalam tiap makanan, keluarga dan tamu akan beramah tamah serta mengeluarkan suasana kebahagiaan dalam pancaran wajah mereka. Makanan telah memberi makna lebih, dari hanya sekedar mengganjal perut yang lapar.
Menikmati makanan di Minahasa, seperti menikmati kekayaan rempah yang disediakan Tuhan yang Maha Esa, dalam balutan kreasi dapur manusia, dan dinikmati dalam suasana kekeluargaan.
Suasana menikmati kuliner khas Minahasa tidak hanya sampai disitu. Apabila anda hadir di acara atau perayaan, maka anda akan menemukan suasana berbeda saat hendak pulang dari acara tersebut. Sebelum anda pulang, anda akan diberikan bungkusan yang berisikan sisa makanan yang masih tersedia di meja makan.
Tuan rumah dengan keramahtamahannya menitipkan bungkusan makanan untuk anda, agar bisa dibawa pulang. Suasana kekeluargaan tidak hanya habis dimeja makan, namun dibawa pulang dan menjadi kenangan indah.
Hal ini menunjukan bahwa rasa kekeluargaan tidak dapat diganti oleh materi apapun. Proses penyediaan kuliner, peyajian dan suasana kebatinan khas Minahasa, selalu menjadikan makanan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Minahasa.
Minahasa merupakan kekhasan Indonesia dalam memperkenalkan kuliner sebagai bagian dari budaya dan peradaban manusia. Lewat kulinerlah makna kekeluargaan dan eksistensi manusia menjadi utuh. Jiwa dan raga disatukan dalam sebuah kebahagiaan ideal, lewat kekhasan kuliner Minahasa.
Penggagas Ide: oleh Bpk Ronny F. Sompie, mantan Dirjen Imigrasi, Kapolda Bali dan Kadivhumas Polri.