Industri Kelontong Online Indonesia Siap Mencapai Nilai Barang Dagangan Bruto USD6 Miliar pada Tahun 2025

JAKARTA, INDONESIA Media www.rajawalisiber.comMedia OutReach – 18 Februari 2021 – Menurut wawasan terbaru dari L.E.K. Consulting, pasar kelontong online di Indonesia sedang mendekati titik balik dalam penggerak penetrasi pasar. Dalam konteks Asia yang lebih luas, para operator di bidang ini telah menikmati kesuksesan di beberapa pasar seperti Tiongkok dan Korea Selatan.

Mungkin COVID-19 merupakan katalisator yang mengarahkan pada perubahan langkah dalam penetrasi toko kelontong online Indonesia yang bisa mencapai Nilai Barang Dagangan Bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) sejumlah USD 5-6 miliar pada tahun 2025, dengan kemungkinan risiko positif atau bisa disebut sebagai peluang. Dengan latar belakang tren yang terus berkembang di pasar, pandemi mungkin dapat mendorong penggunaan toko kelontong sampai 2-3x lipat pada tahun 2020. Dengan ~65% populasi di bawah usia 44 tahun dan populasi perkotaan yang menunjukkan perilaku pembelian impulsif, demografi pelanggan yang baik merupakan kontributor utama terhadap keberhasilan penetrasi toko kelontong online. Laporan tersebut menyelidiki demografi pelanggan lebih lanjut, menjelaskan bahwa ~65% pembeli memilih kenyamanan — salah satu fitur yang penting dari toko kelontong online. Pemberdayaan digital juga menjadi pendorong yang mendasari pertumbuhannya, karena 96% populasi memiliki ponsel dan 76% di antaranya dapat mengakses internet.

“Seperti hasil pengamatan di pasar Asia lainnya yaitu Tiongkok dan Korea Selatan, pembeli yang berusia lebih muda cenderung melakukan pembelian online, dan dengan meningkatnya akses internet dan pemberdayaan digital, tipe konsumen cerdas ini telah meningkatkan permintaan terhadap toko kelontong online. Beberapa pasar ini telah mencapai penetrasi massa kritis 5% atau lebih. Dengan tren serupa dari hasil pengamatan dalam perekonomian Indonesia yang dinamis, pasar toko kelontong online siap berkembang lebih lanjut karena percepatan oleh pandemi,” jelas Manas Tamotia, kepala praktik teknologi di kantor L.E.K. Consulting di Asia Tenggara.

Selain itu, penetrasi e-commerce di Indonesia mencapai 6% pada tahun 2019, dibandingkan dengan kurang dari 1% pada tahun 2014. Di sisi penawaran, ada beberapa pemain industri dan model yang muncul untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dari seluruh model offline-ke-online, model pasar online, dan model agregator, ada beberapa nama yang sudah terkenal seperti Carrefour, Alfaonline.com, HappyFresh, dan lain-lain, yang sudah mendorong banyaknya permintaan.

Penelitian dari sebuah perusahaan konsultansi global, L.E.K. menunjukkan bahwa retail modern baru muncul di Indonesia dibandingkan dengan pasar negara lain, namun, industri ini bernilai USD ~20 miliar dengan pembelanjaan sejumlah USD ~9 miliar di hipermarket dan supermarket. Seiring dengan pengaruh COVID-19 menghantarkan sektor global menuju era digital, industri kelontong online mungkin akan menempati pangsa pasar yang lebih besar pada tahun-tahun mendatang, mengingat prevalensi yang lebih tinggi dari penerapan teknologi dan e-commerce pada saat ini.

Klik di sini untuk laporan selengkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *