Media www.rajawalisiber.com – Pekerjaan Galian C dan atau tanah timbun untuk keperluan pembangunan sebuah proyek atau infrastruktur . Tampaknya tampa dilengkapi ijin PENAMBANGAN. Sang pengusaha berinisial KBL, di lokasi desa Metatu Jl Purworejo belakang taman makam pahlawan Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik.
Sebagaimana temuan tim Investigadi Rajawali fakta fakta dilapangan ternyata tanah timbun yang digunakan oleh pengusaha berasal dari lahan milik masyarakat yang diambil tanpa Izin Usaha Pertambangan (pengusaha tidak memiliki izin pertambangan karena informasi yang dikumpulkan tim investigasi hanya mengambil tanah lahan milik masyarakat yang hanya mendapat izin dari pemilik lahan).
Selanjutnya patut di proses hukum pidana terhadap pengusaha tersebut karena diduga menampung tanah timbun (galian C) yang tidak punya Izin Usaha Pertambangan.
Dalam hal ini untuk pengertian bahwa terminologi bahan galian golongan C yang dulu diatur dalam UU 11/1967 kini tidak dikenal lagi dalam UU 4/2009 dan perubahannya.
Terminologi bahan galian golongan C telah diubah menjadi batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi batuan. Jadi secara spesifik mengenai izin penambangan batuan.
Sebagaimana melalui UU 4/2009, usaha pertambahangan dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).[1] Namun kemudian, melalui UU 3/2020 pemberian izin diperluas lagi salah satunya Surat Izin Penambangan Batuan (“SIPB”).[2]
SIPB adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.[3]
Adapun yang dimaksud dengan batuan jenis tertentu atau keperluan tertentu meliputi batuan yang memiliki sifat material lepas berupa tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah, pasir laut, tanah merah (laterit), tanah liat dan batu gamping.[4]
Dengan demikian tanah timbun sebagaimana fakta temuan tim termasuk dalam kategori ‘batuan yang memiliki sifat material lepas berupa tanah urug’. Sehingga, jenis izin yang digunakan adalah SIPB.
SIPB dapat diterbitkan kepada:[5], badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa, badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri; koperasi; atau
perusahaan perseorangan.
Adapun SIPB harus memuat paling sedikit:[6] nama pemegang SIPB;
nomor pokok wajib pajak (NPWP);
lokasi dan luas wilayah; modal kerja; jenis komoditas tambang; jangka waktu berlakunya SIPB; dan hak dan kewajiban pemegang SIPB.
Pengusaha seharusnya mengajukan permohonan SIPB diajukan kepada Menteri di bidang pertambangan mineral dan batubara (“Menteri”),[7] berdasarkan permohonan yang telah memenuhi syarat administratif, teknis, lingkungan dan finansial.[8] Selain persyaratan tersebut, permohonan juga harus dilengkapi dengan koordinat dan luas wilayah batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu yang dimohon.[9]
Dan permohonan SIPB hanya dapat diajukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Usaha Pertambangan (WUP).[10]
Sehingga syarat-syarat permohonan SIPB kemudian dielaborasi lebih detail dalam Pasal 131 PP 96/2021 dengan rincian sebagai berikut:
Syarat administratif meliputi: surat permohonan; nomor induk berusaha (NIB);
susunan pengurus, daftar pemegang saham atau modal, dan daftar pemilik manfaat dari BUMD atau Badan Usaha Milik Desa, badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri, koperasi, atau perusahaan perseorangan;
Dan salinan kontrak/perjanjian pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah bagi permohonan SIPB untuk keperluan tertentu.
Persyaratan teknis berupa surat pernyataan untuk tidak menggunakan bahan peledak dalam kegiatan usaha penambangan.
Persyaratan lingkungan berupa surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Persyaratan finansial berupa laporan keuangan satu tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Menyampaikan koordinat dan luas wilayah batuan jenis tertentu untuk keperluan tertentu yang dimohon.
Setelah itu, pemegang SIPB dapat langsung melakukan penambangan setelah memiliki dokumen perencanaan penambangan yang telah disetujui Menteri, yang terdiri atas:[11]
dokumen teknis yang memuat paling sedikit: informasi cadangan; dan rencana penambangan.
dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Luas Wilayah Penambangan Batuan
Terkait ketentuan minimal luasan lahan lokasi tambang untuk SIPB adalah paling luas 50 hektare, sehingga tidak ada ketentuan minimal melainkan hanya ketentuan maksimal saja. Berikut bunyi ketentuan Pasal 86C UU 3/2020
Mencermati kembali bunyi Pasal 86A ayat (5) UU 3/2020 terdapat syarat luas wilayah batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu yang harus dicantumkan untuk mendapatkan SIPB.
Dengan demikian, berapa pun luas wilayah pertambangan batuan berupa tanah timbun atau tanah urug dengan ketentuan maksimal paling luas 50 hektare, tetap memerlukan SIPB.
Hal ini sejalan dengan politik perizinan dalam Hukum Administrasi Negara I (Administrative Law I), bahwa izin merupakuan instrumen untuk mengendalikan dan mengatur perilaku masyarakat agar melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, utamanya untuk membatasi gerak gerik masyarakat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
[1] Pasal 1 angka 7, 10, 11 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
[2] Pasal 1 angka 13a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU 3/2020”)
[3] Pasal 1 angka 13a UU 3/2020
[4] Pasal 129 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 96/2021”)
[5] Pasal 86A ayat (2) UU 3/2020
[6] Pasal 86B UU 3/2020
[7] Pasal 1 angka 38 UU 3/2020
[8] Pasal 86A ayat (4) UU 30/2020
[9] Pasal 86A ayat (5) UU 3/2020
[10] Pasal 129 ayat (2) PP 96/2021
[11] Pasal 132 PP 96/2021