Suami Sri Rahayu (Se Ekor Domba) Menangis Penuh Penyesalan Setelah MUI Gresik Tetapkan Fatwa Penistaan Agama

Manusia dengan menikahi Domba jelas keputusan MUI Gresik Sudah menyalahi syari’at Islam karena sudah menistakan agama.

 

Gresik, Media www.rajawalisiber.com – Pernyataan Sikap hasil Rapat gabungan MUI Gresik, NU, Muhammadiyah dan LDII Gresik dibacakan oleh Ketua MUI Gresik KH Mansoer Shodiq di ruang rapat MUI di Kompleks Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim di Jalan DR Wahidin Sudirohusodo, Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik,

“Ritual pernikahan manusia dengan binatang bertentangan dengan syari’at Islam, apabila pelaku meyakini benar ritualnya itu maka sudah keluar dari Islam alias Murtad,” ujar KH Mansoer Shodiq.

Menurut Kyai Mansoer ritual pernikahan manusia dengan kambing itu adalah bentuk dari Penistaan Agama sehingga pihak yang berwajib (Kepolisian) untuk menindak tegas proses hukum para pelaku sesuai perundangan yang berlaku.

“Kami telah melakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait, karena melakukan pernikahan dengan binatang bertentangan dengan syariat islam,” tambahnya.

Urusan pernikahan adalah kegiatan yang sakral dan penuh khidmat. Berbagai rangkaian kegiatan, doa dan filosofinya penuh dengan makna di baliknya. Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan dewasa.

Bahkan di dalam agama Islam  juga dijelaskan bahwa ada beberapa pernikahan yang dilarang. Meskipun pada dasarnya pernikahan adalah hal yang sangat diinginkan bagi setiap pasangan dan dicintai oleh Allah. Tetapi, ada juga pernikahan yang dilarang dalam ajaran Islam, dan hendaknya dihindari.

Nikah Mut’ah, Kata mut’ah dalam Bahasa Arab berasal dari kata mata’a – yamta’u – mat’an wa muta’atan yang diartikan sebagai kesenangan, kegembiraan, kesukaan. Menurut Sayyid Sabiq, penamaan mut’ah karena laki – lakinya bermaksud untuk bersenang – senang sementara waktu saja.

Oleh sebab itu, nikah mut’ah lebih dikenal dengan istilah nikah kontrak atau kawin kontrak.

Disebut kontrak karena pernikahan ini dilakukan dengan perjanjian dan jangka waktu tertentu. Setelah perjanjian selesai, maka kedua pasangan bisa berpisah tanpa adanya talak dan harta warisan.

Meskipun ada sejarah dalam Islam membolehkan nikah mut`ah, tetapi pada akhirnya Rasulullah ﷺ melarangnya. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi, yang memiliki arti:

“Bahwasanya Rasulullah ﷺ melarang (nikah) mut’ah pada hari (perang) Khaibar dan (melarang) memakan (daging) keledai yang jinak.” (HR. Muslim)

Pernikahan ini dilarang karena dinilai lebih banyak merugikan pihak perempuan karena harus berpindah-pindah kehidupan dari satu pernikahan ke pernikahan lainnya.

Nikah Syighar, Pernikahan ini masuk dalam pernikahan yang dilarang dalam Islam. Karena pernikahan ini terjadi ketika seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat orang yang menikahi anaknya itu mau menikahkan putri yang ia miliki dengannya, dan keduanya dilakukan tanpa mahar.

Para ulama pun sepakat melarang pernikahan ini. Disebutkan dalam sabda Rasulullah ﷺ dalam hadis riwayat Abu Hurairah r.a, berkata:

“Rasulullah ﷺ melarang nikah syighar. Ibnu Namir menambahkan, “Nikah syighar adalah seorang yang mengatakan kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan anak perempuanku’, atau ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku’.” (HR. Muslim)

Pelarangan nikah syighar juga disebutkan dalam beberapa hadis, salah satunya yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang berbunyi:

لاَ جَلَبَ وَلاَ جَنَبَ وَلاَ شِغَارَ، وَمَنِ انْتَهَبَ نُهْبَةً فَلَيْسَ مِنَّا.

Artinya: “Tidak boleh berbuat kejahatan, tidak boleh membangkang, tidak boleh melakukan syighar. Dan barangsiapa melakukan perampasan, maka dia bukan golongan kami.”

Nikah Tahlil, Nikah tahlil adalah menikahi wanita yang telah ditalak tiga kali, dan setelah masa `iddahnya selesai lalu menceraikannya dan mengembalikannya kepada suami pertamanya. Ini adalah salah satu perbuatan keji yang dibenci oleh Allah.

Seperti sebuah hadis dari Abu Dawud dan Ibnu Majah, yang artinya:

“Rasulullah ﷺ mengutuk orang yang menjadi muhallil (suami pertama) dan muhallal lah (suami sementara).”

Nikah dalam masa Iddah, Berbeda dengan nikah tahlil, pernikahan yang satu ini sudah sangat jelas dilarang dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan menikahi perempuan sedang dalam masa `iddah.

Seperti firman Allah SWT dalam potongan ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat 235, yang berbunyi:

وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Artinya: “… dan janganlah kamu menetapkan akad nikah sebelum habis masa idahnya.”

Pernikahan Poliandri, Islam tidak melarang poligami. Tapi lain hal dengan kasus poliandri. Pernikahan ini jelas dilarang oleh Islam, dimana perempuan menikahi laki-laki lebih dari satu.

Salah satu penyebab dilarangnya pernikahan poliandri ini karena dapat menghancurkan fondasi dari masyarakat yang sehat. Sama halnya dengan pernikahan syighar, poliandri dianggap banyak memberikan dampak buruk terhadap seorang istri yang tentunya bisa berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anaknya.

Potongan ayat dalam QS. An-Nisa ayat 24 yang menyebutkan tentang larangan pernikahan ini, yang berbunyi:

وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْۚ

Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.”

Ayat ini menerangkan bahwa salah satu kriteria wanita yang haram untuk dinikahi adalah perempuan yang sudah memiliki suami.

Pernikahan dengan perempuan non-muslim selain Yahudi dan Nasrani

Dalam pernikahan banyak sekali aturan dan syarat-syarat yang hendak dipenuhi. Terutama tentang agama yang dianut, tentu saja Islam sudah mengatur semuanya.

Dalam aturan ini ada batasan – batasannya. Seperti, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan perempuan non-muslim, begitupun sebaliknya. Namun, jika perempuan tersebut seorang Yahudi atau Nasrani, maka diperbolehkan.

Seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT QS. Al-Maidah ayat 5, yang berbunyi:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ – ٥

Artinya: “Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.

Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh sia-sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa dibolehkannya menikahi perempuan ahli kitab.

Karena perempuan ahli kitab adalah sosok yang suci dari perzinahan, masuk dalam kategori muhshanat, dan statusnya bukan penduduk harbiy, walaupun syarat yang ketiga masih

diperselisihkan antara ulama. Pernikahan dengan perempuan yang memiliki hubungan sedarah (nasab)

Pernikahan jenis ini sudah pasti dilarang dalam Islam. Karena dalam pernikahan ini terdapat hubungan sedarah antara keduanya. Adapun beberapa golongan perempuan yang tidak boleh dinikahi terdapat dalam firman Allh SWT pada QS. An-Nisa ayat 23, yang berbunyi:

وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔

Artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh,Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Bagaimana dengan kejadian belum lama ini telah terjadi pernikahan antara manusia dengan kambing.

Karena Allah telah menciptakan makhluk hidup secara berpasang pasangan, intinya menikahlah sesuai dengan pasangannya… manusia dengan manusia.. jin dengan jin… hewan dengan hewan…

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gresik mengeluarkan fatwa terkait pernikahan manusia dengan kambing betina di desa jogodalu Benjeng Gresik, Kamis (9/6/2022),

MUI mengeluarkan fatwa tindakan itu menyalahi syariat Islam karena sudah menistakan agama Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *